Rabu, 11 Januari 2012

THE MIRACLE WORKER


THE MIRACLE WORKER, KESABARAN GURU DAN KEAJAIBAN SANG MURID

(Suatu Tinjauan Analisis Terhadap Film the Miracle Worker)

A. Sinopsis
Film ini menceritakan kehidupan seorang anak yang bernama Hellen keller. Tapi ia bukan sekedar anak kecil pada umumnya, ia mengalami kelainan sejak masa kecil. Helen keller adalah anak yang berusia sekitar 10 tahun dia mengalami cacat sejak masa kecil  ia buta, dan tuli. Hellen tumbuh di keluaraga yang sangat menyayanginya akan tetapi Hellen sangat susah untuk di kendalikan, dia selalu membuat kekacauan dalam rumahnya sehingga ia perlu perhatian ekstra dari keluarganya. Hal itu membuat iri kakak tiri Helen (Jemes Keller) kenapa? Jemes sebenarnya sayang terhadap Hellen, ia hanya iri atas perhatian orangtuanya yang diberikan kepada Hellen sehingga berkurangah kasih saying kepada dirinya.
 Sebenarnya Hellen anak yang cerdas, tetapi ia sangat susah dikendalikan. Kiranya itulah yang menjadi dasar Ny. Sullivan untuk terus-menerus mendidik Hellen sampai “bisa”. Hellen Keller, seorang buta dan tuli yang menjadi orang besar yang sangat berjasa. Berkat kegigihannya dalam belajar serta kesabaran gurunya, ia menjadi perempuan terbatas yang berprestasi. Ia menjadi pengacara terkenal dengan spesifikasi persamaan sosial. Ia juga aktif menyeru kepada dunia untuk peduli kepada orang bisu, dan tuli. Atas perjuangannya itu, Hellen dianugrahi Honorary University Degrees Women’s Hall of Fame, The Presidential Medal of Freedom, The Lions Humanitarian Award.
Petikan kisah hidupnya semasa kecil difilmkan dengan tajuk “The Miracle Worker” yang sangat menyentuh.
Film tersebut menceritakan perjuangan Ny. Sullivan dalam mendidik Hellen dari tidak mengerti bahwa segala sesuatu memiliki nama dan makna, tak mengenal aturan, liar, hingga menjadi gadis cantik, pintar, mampu berkomunikasi dan berprestasi.
Orang awam akan melihat pola pendidikan Ny. Sullivan itu kurang manusiawi, kerena banyak “kekerasan”  yang ia terapkan dalam mendidik Hellen. Tapi, cara itulah yang diyakini dapat mengubah anak didiknya, dan cara inilah yang dilakukan oleh seorang pendidik yang mengerti tentang limu pendidikan psikologi. Keadaan Hellen, memang menuntut Ny. Sullivan memberi perlakuan “keras” terhadap dirinya.
Dalam film ini menceritakan orangtua Hellen mencarikan Hellen pengasuh atau perawat, walau sebelumnya ayah Hellen (Arthur Keller) berniat membawa Hellen ke rumah sakit jiwa, ia berpendapat bahwa tidak ada cara lain untuk mengubah anaknya itu,  akan tetapi ibunya (Ketherin Keller) dan bibinya (Evelyn Keller) menolak dan tidak setuju, karena rasa sayang dan cinta mereka kepada Hellen, kemudian setelah  mempertimbangkan hal tersebut, maka ayah Hellen (Arthur Keller) menulis surat kepada Dr. Chilsom untuk mengirim seorang pengasuh yang dapat memberi pelajaran  kepada  anaknya .
Dr. Chilsom pun merekomendasikan Ny. Annie Sullivan kepada keluaraga Keller, Ny.Sullivan adalah salah satu  murid Dr. Chilson  yang pandai dan sosok pengasuh yang cerdas dan sabar. Ia begitu sabar mengajar Hellen dengan metode pengajaran yang terkesan kasar, akan  tetapi dibalik itu semua ia begitu menyayangi Hellen.
Tidak mudah untuk memberikan pembelajaran dan mengendalikan Hellen tetapi Ny. Sullivan begitu sabar menagasuhnya, ia mengajarkan Hellen bahasa dan nama-nama benda, Ny. Sullivan menegaskan pada Hellen bahwa setiap benda itu memiliki nama dan makna,  bagaimana  Ny. Sullivan memberikan pengajaran pada Helen? Bagaimana tanggapan keluarga Keller dengan pengajaran Ny. Sullivan yang terkesan kasar ? Berhasilkah Ny. Sullivan memberikan pembelajaran terhadap Helen?
Film ini sangat menarik untuk diulas dari sisi psikologisnya, sangat berkaitan dengan teori belajar, yaitu teori  behavioristik  dan  kognitif.

B. PEMBAHASAN
PROSES  PEMBELAJARAN  HELLEN  KELLEN
Hellen Kellen memiliki kekurangan panca indra yang penting, namun ia juga memiliki kemampuan lainnya yang menonjol, yaitu otak yang cerdas, penciuman dan perasa yang kuat. Kemampuan inilah yang dimanfaatkan oleh Ny. Sullivan untuk mengajarinya bahasa lewat  isyarat  tangannya yang biasa dipelajari oleh anak yang cacat.
Hellen Keller yang sejak kecil dididik oleh keluarganya dengan memberikan stimulus-stimulus ketika ia mulai brutal dan mengamuk agar ia tenang sementara. Hal ini dilakukannya secara berulang-ulang tiap kali Hellen marah, hingga akhirnya ia terbiasa dengan keadaan seperti ini. Hasilnya Hellen menjadi anak yang manja, liar dan pemarah.ia pun terus seperti itu, mungkin ia mengangap apa yang dilakukan adalah benar, karena ia selalu mendapatkan hadiah berupa manisan setiap kali ia marah.
  Keluarganya menerapkan teori Behavioristik yang lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori ini juga bersifat otomatis–mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.  Padahal setiap anak memiliki self direction (kemampuan mengarahkan diri) dan self control (pengalaman diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya  karena  lelah atau berlawanan dengan kata hati.
Pendekatan kognitif yang dilakukan oleh Ny. Sullivan memberikan perspektif bahwa belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah), meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampaknya lebih nyata dalam pada setiap peristiwa belajar. Dalam hal ini, seorang pakar psikologi menyimpulkan bahwa anak-anak memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.
Ny. Sullivan memulai tugasnya untuk mengubah anak yang tidak terkontrol menjadi sosok yang sukses dengan memberikan boneka yang merupakan buatan anak-anak dari sekolah Perkin (sekolah khusus orang cacat yang kemudian dibuat khusus untuk Helen). Dengan mengejakan D-O-L-L (boneka) melalui tangan, ia berharap dapat menghubungkan objek dengan huruf. Hellen ternyata belajar dengan cepat dengan metode yang tepat pula, namun ia tidak tahu bagaimana cara untuk mengucapkan kata-kata. Selama beberapa hari, ia banyak belajar mengeja  kata-kata baru namun dengan cara yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Dengan datangnya Ny. Sullivan, ia mengubah pembelajaran behaviorisme menjadi pendekatan kognitif. Ia menyingkirkan semua stimulus-stimulus yang biasa diberikan pada Helen. Akibatnya Hellen memberontak, marah dan liar. Namun, Ny. Sullivan juga memberikan stimulus. Jika Helen mau  mengeja huruf dengan jari-jarinya. Dan ketika Hellen mengeja C-A-K-E dengan benar, maka iapun akan mendapatkan cake. Ny. sullivan memanfaatkan indra penciuman dan perasa untuk mengenalkan bawha tiap benda itu mempunyai nama dan makna. Hal ini diajarkan pada Hellen terus menerus, hingga Hellen sudah mengetahui banyak sekali nama-nama benda yang ada disekitarnya, tapi ia belum tahu bahwa tiap kata itu memiliki makna.
Dalam proses belajar membutuhkan waktu dan tempat yang khusus, maka dalam hal ini Ny. Sullivan memilih untuk berdua saja dengan Helen dalam satu tempat. Agar tidak ada campur tangan dari orang lain yang akan mempengaruhi proses belajarnya. Dalam tempat pengasingannya, Helen mengalami kemajuan yang luar biasa. Ia mempunyai ketrampilan menjahit, makan dengan tenang dan teratur, bahkan sudah mengetahui banyak kata-kata, walaupun ia belum tahu maknanya.
Kemajuan positif dalam belajar harus selalu dijaga agar jangan sampai  hasil yang baik itu menjadi hilang karena pengaruh lingkungan atau bahkan keluarganya sendiri, jika keluarganya mengajarkan cara yang salah dalam perkembangan anaknya. Hal inilah yang menjadikan Ny.  Sullivan untuk selalu mendampingi muridnya Helen Keller hingga dewasa.
Suatu hari, Ny.sullivan mengajak Hellen dengan sedikit memaksanya  pergi ke sebuah sumur pompa terbuka. Ny. Sullivan mulai memompakan air dan menaruh tangan Hellen dibawah keran air tersebut. Begitu air menyentuh tangan Hellen, ia mencoba untuk mengeja secara perlahan kata ‘W-A-T-E-R' (air) melalui tangan hellen yang satunya kemudian semakin cepat. Tiba-tiba, sinyal itu dapat dimengerti oleh pikiran Hellen. Ia akhirnya tahu bahwa water (air) adalah zat dingin yang mengalir ditangannya. Setelah ia mengerti, lalu berhenti dan menyentuh tanah dan menanyakan ejaannya
Berawal dari sumur tadilah, Hellen mulai mengerti bahwa setiap benda memiliki nama dan makna, dan iapun mulai mengenal apa yang ada disekelilingnya, dan mulailah ia belajar dan terus belajar.

C. PENUTUP
            Dari kisah Hellen dan Ny. Sullivan, kita mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga, dan yang  paling utama ialah rasa syukur kita kepada tuhan yang telah memberikan kesempurnaan panca indra.
Kemudian, kesabaran seorang guru yang mencurahkan semua daya dan melakukan segala upaya agar dapat memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Walaupun banyak terdapat kekurangan yang ada pada anak didik, dalam kisah hellen yang buta, dan tuli. Akan tetapi dengan kesabaraan yang dimiliki oleh Ny. Sullivan dan  keyakinan serta ketekunannya, ia dapat mengubah semua kekurangan menjadi keistimewaan yang belum tentu  dicapai oleh orang yang normal sekalipun.
Kemudian, ketegasan seorang guru juga diperlukan terhadap anak didik dan orangtuanya. Tegas bukan berarti keras. Tegas berarti mengatakan ”Ya” jika ya dan mengatakan ”Tidak” jika memang tidak sambil memberikan penjelasan atas setiap perkataan. Hal ini perlu dilakukan secara konsisten atau dijadikan pembiasaan agar anak dapat berpikir mana yang benar dan mana yang salah, sehingga ia dapat berhati-hati dalam bertindak. Dengan menerapkan hal ini, karakter anak akan terbentuk dengan sendirinya karena dirinya selalu diberikan penjelasan atas perbuatannya, maka nantinya ia akan terbiasa untuk berkomunikasi dan berdiskusi, sekaligus mengasah kecerdasannya dalam berpikir.
Seorang pendidik haruslah selalu bekerja keras dan pantang menyerah. Hal itu merupakan modal bagi seorang pendidik sehingga mampu memberikan pendidikan secara menyeluruh dan tuntas. Sikap optimis pun sangat diperlukan oleh seorang pendidik karena dengan bersikap optimislah, pendidik dapat lebih termotivasi untuk berinovasi agar berguna bagi anak didinya
. Jika Inderanya ada yang ganjil dan bukan pikirannya, dia pasti punya bahasa, “bahasa lebih penting bagi pikiran dari pada cahaya mata”. Hal terbaik dan terindah yang tidak dilihat atau disentuh oleh dunia adalah hal yang dirasakan di dalam hati.


FULL DAY SCHOOL



PENYELENGGARAAN SEKOLAH MODEL FULL DAY SCHOOL

A.  PENDAHULUAN
Konsep fullday school semula berangkat dari sebuah kebutuhan masyarakat (katakanlah masyarakat perkotaan) yang memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi. Orang tua meninggalkan rumah untuk bekerja pukul 6 pagi dan kembali ke rumah menjelang malam hari. Para orang tua bekerja selama 5 hari per minggu dan mereka libur (week end) pada hari sabtu dan minggu. Sementara anak-anak berangkat sekolah pukul 6.30 pagi dan pulang pukul 13.00 siang. Mereka sekolah 6 hari dalam seminggu yaitu senin-sabtu.
Kondisi yang demikian ini maka membuat mereka (orang tua dan anak) memiliki waktu yang sangat sedikit untuk berkumpul. Orang tua sedikit sekali waktunya untuk memperhatikan anak-anaknya dirumah, kasih sayang atau perhatian yang diterima anak dari orang tua akan sangat dirasakan kurang.
Pada tahapan berikutnya bermunculan sekolah-sekolah yang menawarkan pola fullday school, dimana mereka menggabungkan antara waktu belajar dan waktu bermain anak di sekolah selama 5 hari per minggu. Sehingga orang tua dan anak sebagai keluarga dapat bertemu bersama-sama selama 2 hari sabtu-minggu atau yang seringkali disebut week end.
Sementara itu para guru/instruktur akan menggunakan waktu week enda untuk memperkaya pengetahuan, keterampilan dan sebangsanya termasuk mempersiapkan materi dan membuat media-media pembelajaran untuk minggu berikutnya.
Konsep fullday school akhir-akhir ini mulai berkembang di Indonesia, dan telah dilaksanakan di banyak sekolah. Namun demikian ada yang memang benar-benar menerapkan konsep ini sesuai dengan seharusnya, dimana sekolah melengkapi dirinya dengan berbagai fasilitas dan isi atau program (content) di dalam sekolah sedemikian rupa, sehingga menjadikan anak merasa enjoy berada disekolah, tanpa harus kehilangan waktu-waktu untuk bermainnya. Akan tetapi ada juga sekolah-sekolah yang cuma ikut-ikutan trend atau sekedar gengsi atau bahkan karena mengikuti program yang dicanangkan oleh pemerintah, tanpa memperhatikan kesiapan dari berbagai komponen yang ada di sekolah.

B.  PEMBAHASAN
  1. Pengertian sekolah model full day school
Menurut Yustanto (2004: 150), model sekolah full day scholl artinya sekolah yang menerapkan waktu belajar sejak pagi hingga sore hari. Berbasis pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag) dengan penambahan muatan lokal 3-4 jam lebih lama dari waktu Sekolah Menengah Pertama biasa (pagi-sore). Total jam belajar efektif kelas 1 (satu) sampai ke Kelas 3 (tiga) adalah 7 jam 30 menit dari pukul 07.00 hingga 14.30. Hari belajar selama 6 (enam) hari, yaitu Senin hingga Sabtu (Yustanto, 2004: 150). Khusus hari Sabtu digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler, yang berlangsung hingga jam 10.00. Hal ini dimaksudkan agar di akhir pekan anak memiliki waktu yang lebih banyak berkumpul dengan orang tuanya.
Sekolah model full day school adalah bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan kurikulum Depdiknas dan diperkaya dengan kurikulum Depag (Islam). Model yang dikembangkan adalah peingtegrasian antara pendidikan agama dan umum, dengan memaksimalkan perkembangan aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Sekolah model full day school bisa juga dikatakan sekolah Islam terpadu, karena program yang memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual, emosional, fisik, dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.
Pembinaan terpadu siswa secara formal dilakukan di lingkungan sekolah dan di bawah tanggung jawab guru. Sementara waktu diluar jam sekolah (sore-malam), pembinaan terpadu siswa dilakukan di rumah dan di lingkungannya bersama orang tua dan masyarakat, karena orang tua juga dituntut untuk berperan aktif dalam membina anaknya. Hal ini secara langsung dan tidak langsung akan mendukung program pembinaan siswa terpadu yang dilakukan di sekolah.

  1. Manajemen penyelenggaraan sekolah model full day school
a.    Program Pengajaran
1)   Isi Program Pengajaran
Program kegiatan belajar di sekolah model full day school ini disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa yang menginjak usia akil baligh. Garis besar materi tersebut dapat dilihat di tebel 1 dan 2.
2)   Susunan Program Pengajaran
Susunan program materi pengajaran di SMP model full day school dapat dilihat di tebel 2. Sedangkan pada table 1 dijelaskan tentang jumlah jam pelajaran per minggu. Untuk melaksanakan kurikulum sesuai dengan ketentuan Depdiknas tersedia 42 jam per minggu. Dan 36 jam per minggu untuk kurikulum Depag dan muatan lokal.
b.   Lama pendidikan
Lama pendidikan di SMP dengan model full day school berlangsung selama 3 tahun, dengan perincian:
1)   Satu tahun terdiri dari 2 semester atau 3 caturwulan (34 minggu belajar efektif).
2)   Satu caturwulan berlangsung selama:
a)    12 minggu masa belajar aktif untuk caturwulan 1 dan 2.
b)   10 minggu masa belajar aktif untuk caturwulan 3.
3)   Satu minggu terdiri dari 6 hari belajar aktif (Ahad libur).
4)   Satu jam pelajaran terdiri dari 40 menit (Yustanto, 2004: 172).
  1. Budaya sekolah
Guna mendukung optimasi kegiatan belajar mengajar dan pencapaian strategi induk di sekolah-sekolah model full day school (SDIT, SMPIT) di dalamnya dikembangkan sistem nilai (budaya sekolah) sebagai berikut:
a.    Berpegang Teguh pada Nilai-nilai Tauhid. Siswa harus memiliki kesadaran  bahwa dirinya adalah hamba yang diciptakan oleh Allah SWT  yang dikaruniai akal oleh Nya. Sebagai muslim, siswa didorong untuk senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid.
b.    Ketaatan yang Tinggi. Perwujudan dari tauhid adalah selalu berupaya menaati ajaran Islam. Tertanam pada siswa semangat untuk melaksankan perintah Allah dan menjauhi larangan Nya dengan ikhlas. Dalam prakteknya, ketaatan terwujud dalam kehidupan sehari-hari siswa seperti, ibadah, berpakaian, tingkah laku.
c.    Rasulullah (shallahu `alaihi wa sallam) Teladanku. Siswa memahami bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan suka cita menaladaninya.
d.   Perjuangan dan Pengorbanan. Hidup seorang muslim bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk perjuangan bagi tegaknya kembali kemuliaan Islam dan muslimin. Perjuangan membutuhkan pengorbanan. Perjuangan dan pengorbanan harus menjadi bagian hidup serang muslim.
e.    Menghormati Orang Tua dan Guru. Siswa memahami bahwa orang tua dan guru adalah orang yang dengan ikhlas membimbingnya agar menjadi anak yang shaleh. Karenanya, siswa harus menghormati orang tua dan guru.
f.     Persaudaraan Islam. Tertanam pada siswa semangat persaudaraan Islam. Tercipta rasa menyayangi, saling menolong, menghargai, menghormati antara sesama siswa karena sesama muslim adalah bersaudara.
g.    Giat Menuntut Ilmu. Siswa memiliki semangat dan keceriaan bersekolah. Siswa menyadari bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban dan akan bermanfaat bagi hidupnya dan masyarakat.
h.    Kejujuran, Kedisiplinan dan Kemandirian. Sikap jujur harus ditanamkan ke siswa sejak dini. Dan kedisiplinan akan membawa siswa pada pekerjaan dan hasil yang optimal. Selama siswa mampu melakukan sendiri, maka hendaknya siswa dibimbing dan dimotivasi untuk dapat melakukannya.
i.      Kebersihan, Kerapian, dan Keindahan. Membuat siswa hidup sehat, nyaman di lingkungan sekolah, rumah.
j.      Kreatif, Inovatif. Program pengajaran yang diberikan hendaknya mampu memacu perkembangan kreativitas siswa. Penghargaan adalah faktor yang baik untuk memacu semangat siswa menciptakan ide-ide yang inovatif (Yustanto, 2004: 185-186). 

  1. Kualifikasi lulusan sekolah model full day school
Yustanto (2004: 187) menyatakan bahwa lulusan pendidikan dengan model full day school diharapkan memiliki kualifikasi sebagai berikut:
a.    Kepribadian Islam. Kepribadian Islam tersusun atas dua unsur yaitu:
1)   Pola pikir (Aqliyah). Siswa diharapakan memiliki pemahaman Islam yang baik, yang akan menuntunnya untuk senantiasa berpikir Islami.
2)   Pola sikap (Nafsiyah). Siswa diharapkan memiliki nafsiyah Islamiyah, yaitu bertingkah laku sesuai dengan ajran Islam yang merupakan perwujudan ketaatan terhadap ajaran Islam dalam aspek ibadah, makanan, minuman, akhlaq, muamalah, aqidah, syari`ah, da`wah serta fiqh kontemporer.
3)   Memiliki kemampuan pendukung seperti Bahasa Arab, Bahasa Inggris, hafal Al-Qur`an minimal 2.5 juz, hafal hadits-hadits pilihan.
b.   Siswa memiliki kemampuan dasar tsaqafah dalam Islam
c.    Ilmu kehidupan
1)   Siswa memiliki penguasaan ilmu kehidupan yang cukup sehingga dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2)   Siswa memiliki kemampuan dasar manajemen dan kepemimpinan yang aplikatif, yang akan mendorongnya untuk bersikap mandiri dalam penerapan prinsip perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan kegiatan.
3)   Siswa telah mengenal berbagai pengetahuan dasar tentang beberapa jenis kegiatan produktif yang dapat dikembangkan.

  1. Pedoman khusus optimasi kegiatan belajar mengajar
Guna mendapat hasil yang optimal, dengan mempertimbangkan waktu dan sumberdaya, maka selain pedoman yang bersifat umum di atas, berikut ini diberikan pedoman, kegiatan belajar mengajar khusus bagi optimasi pembiasaan berkepribadian Islam, pengenalan tsaqafah Islam, dan pembelajaran ilmu kehidupan (Iptek dan Ketrampilan).
a.     Pedoman Pembiasaan Berkepribadian Islam
Pembiasaan berkepribadian Islam yang dilakukan pada sekolah model full day school tingkat SMP diperkuat dengan langkah-langkah berikut:
1)   Memberikan kesempatan kepada siswa untuk terbiasa    menyampaikan pendapat dengan senantiasa disertai argumentasi dan dalil.
2)   Menyediakan bacaan pendukung berupa majalah atau buku yang bernuansa Islam guna meningkatkan wawasan siswa dan memberikan gambaran perkembangan situasi.
3)   Membiasakan siswa untuk sama-sama melakukan ketaatan, seperti shalat berjama`ah, gemar membaca al-Qur`an, puasa sunnah bersama, dan tahajud bersama.
4)   Menciptakan lingkungan yang Islami, baik di sekolah, rumah.
5)   Para guru senantiasa memberikan teladan yang baik kepada siswa-siswanya. Pergaulan antara guru dan siswa harus didasari pergaulan Islam.
6)   Pergaulan antara siswa laki-laki dan perempuan harus diatur sesuai syari`at Islam seperti duduk laki-laki terpisah dari perempuan. Pemisahan antara siswa laki-laki dengan wanita disesuaikan dengan kondisi sekolah.
7)   Secara regular pihak sekolah mengadakan inspeksi ke kelas-kelas (Yustanto, 2004: 188).
b.     Pedoman pembentukan Pemahaman Tsaqafah Islam
Penyampaian materi Tsaqafah Islamiyah diperkuat dengan langkah-langkah berikut:
1)        Pelajaran yang diberikan harus bersifat fikriyah. Artinya, harus diterangkan sejelas-jelasnya. Bila menyangkut fakta, perlu diitunjukkan faktanya. Bila menyangkut dalil perlu dijelaskan mana dalil dari al-Qur`an dan hadits Nabi SAW.
2)        Mempelajari tsaqafah Islamiyah harus disadari baik oleh guru atau siswa bahwa itu adalah studi tentang wahyu karena tsaqafah Islam merupakan bagian dari wahyu. Dengan demikian apa yang telah dipelajari bukan hanya sekedar sampai di otak melainkan terus diyakini dan diserapi di dalam hati bahwa itu adalah aturan dan pelajaran dari Allah SWT.
3)        Setelah memahami taqafah Islam, harus dilaksanakan langsung di dalam kehidupan keseharian sehingga ilmu yang diperoleh dapat langsung berbuahkan amal kebaikan.
4)        Setelah itu siswa didorong untuk mengajarkan tsaqafah Islam kepada orang lain (Yustanto, 2004: 198-191)
c.    Pedoman Pembelajaran Ilmu Kehidupan (Iptek dan Ketrampilan)
Pemberian ilmu kehidupan (iptek dan ketrampilan) dilaksanakn melalui pendekatan terpadu dengan lebih banyak bertumpu pada pendekatan Pendekatan Formal – Struktural, atau dengan Pendekatan Formal – Nonstruktural (Yustanto, 2004: 191).
Ilmu kehidupan harus selalu disasarkan pada aqidah Islam, oleh sebab itu penyampaiannya tidak boleh lepas dari aturan dan aqidah Islam. Untuk itu, selain dengan pendekatan di atas perlu ditempuh hal-hal berikut:
1)   Setiap pelajaran yang tidak bertentangan dengan Islam perlu dikaitkan dengan aqidah Islam.
2)   Pemilihan kalimat perlu selalu dikaitkan dengan ajaran Islam.
3)   Penilaian terhadap jawaban siswa perlu disesuaikan dengan Islam.
4)   Ilmu yang bertentangan dengan aqidah Islam harus dijelaskan kekeliruannya (Yustanto, 2004: 192).

C.  SIMPULAN
Sekolah model full day school adalah bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan kurikulum Depdiknas dan diperkaya dengan kurikulum Depag (Islam). Model yang dikembangkan adalah peingtegrasian antara pendidikan agama dan umum, dengan memaksimalkan perkembangan aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Sekolah model full day school bisa juga dikatakan sekolah Islam terpadu, karena program yang memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual, emosional, fisik, dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.
Pembinaan terpadu siswa secara formal dilakukan di lingkungan sekolah dan di bawah tanggung jawab guru. Sementara waktu diluar jam sekolah (sore-malam), pembinaan terpadu siswa dilakukan di rumah dan di lingkungannya bersama orang tua dan masyarakat, karena orang tua juga dituntut untuk berperan aktif dalam membina anaknya. Hal ini secara langsung dan tidak langsung akan mendukung program pembinaan siswa terpadu yang dilakukan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
An-Nahlawi, Adurrahman. 1995. Pendidikan Islam di rumah, sekolah dan masyarakat. Jakarta. Gema Insani Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi tiga. Yogyakarta. Balai Pustaka
Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Nasution, S. 1991. Pengembangan Kurikulum. Cet ke 4. Bandung. Citya Aditya Bakti
Poerwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta. Balai Pustaka.
Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta. Andi Offset.
Yustanto. 2004. Menggagas Pendidikan Islami Masa Depan. Jakarta : Balai Pustaka.




Senin, 09 Januari 2012

ADAB

PENDAHULUAN

Al-Qur’an bagi umat Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan Al-Qur’an harus ditanamkan sejak usia dini dengan membaca, menghayati dan memahaminya, kemudian mengaplikasikan pada aktivitas keseharian, sehingga terwujud kehidupan yang khasanah. Tetapi, ironisnya sebagian umat Islam tidak memiliki perhatian terhadap pelajaran membaca Al-Qur’an sejak usia dini, sehingga banyak anak-anak Islam, remaja dan pemuda bahkan orang tua ada yang belum mampu membaca Al-Qur’an. Padahal Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخاري)
Artinya: "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya" (HR. Al-Bukhori) (Imam Nawawi, 1999: 116).

Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi yang terakhir ini memiliki berbagai ciri khas dan sifat tersendiri. Salah satunya adalah bahwa ia merupakan salah satu kitab suci yang dijamin keaslian oleh Allah SWT, dari sejak diturunkan sampai sekarang bahkan sampai hari kiamat. Ini ditegaskan dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْناَ الذِّكْرَ وَإِناَّ لَهُ لَحَافِظُوْنَ (الجحر : ٩)
Artinya: "Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya"(QS. Al-Hijr: 9) (Depag, 1995: 391).

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an selama-lamanya. Walaupun demikian umat Islam harus tetap berkewajiban untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an. Di antara upaya untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an adalah dengan cara membaca dan menghafalnya, sebagaimana yang pernah ditempuh oleh para sahabat Nabi SAW.

PEMBAHASAN

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Menurut pandangan tersebut, membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Dan membaca juga sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif (Farida Rohim, 2007:2).
Membaca merupakan kunci pengetahuan dan perangkat penting menuju kemajuan dan kesuksesan. Tidaklah suatu umat mengamalkan prinsip "membaca dan membaca" melainkan ia mampu memegang tali kendali dan tampuk kekuasaan. Selain itu, ia akan berada dalam posisi kepemimpinan yang paling tinggi dan puncak.
Dengan semua kelebihan yang akan didapat bagi orang yang membaca, maka Allah SWT menurunkan wahyu yang pertama kalinya adalah  kalimat "اقرأ" (bacalah). Hal yang pertama kali, paling agung, dan kalimat terpenting untuk kita baca adalah Al-Quran. Al-Quran bukan hanya sekedar kitab yang akan kita baca sekali atau dua kali, tetapi Al-Quran adalah undang-undang bagi semua makhluk sehingga kita dituntut untuk terus-menerus membacanya dengan konsentrasi (Raghib As-Sirjani. 2007: 48).
Al-Quran menurut bahasa berarti bacaan. Di dalam Al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata "Qur’an" dan kemudian kata tersebut dipakai untuk Al-Qur’an. Dalam arti demikian sebagaimana tersebut dalam surat Al-Qiyamah:

إِناَّ عَلَيْناَ جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ (١٧) فَإِذَا قَرَأْناَهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ (١٨)
Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu" (Al-Qiyamah: 17-18) (Depag, 1995: 999).
Membaca Al-Qur’an adalah suatu usaha mengucapkan huruf dan lafal Al-Qur’an dengan tertib dan sistematis sesuai dengan makhrajnya. Membaca Al-Qur’an merupakan pengajaran pokok yang wajib diajarkan kepada setiap umat islam, mulai dari mengenal huruf hijaiyah, membaca sampai penguasaan kaidah tata cara membacanya dengan ilmu tajwid.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa arti membaca, dari kata قرأ mempunyai pengertian yang lebih umum dari pada arti membaca, dari kata تلا, arti membaca pada kata قرأ  tidak terbatas pada membaca yang tertulis (baik bersumber dari Allah maupun manusia) tapi juga menyangkut ayat-ayat yang tidak tertulis yang disebut meneliti dan menganalisa. Sedangkan arti membaca pada kata تلا terbatas pada bacaan yang suci dan pasti benar, seperti bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Sudah suatu keharusan bagi setiap muslim untuk membaca Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah kitab suci dan sekaligus sebagai pedoman hidupnya. Dalam membaca Al-Qur’an harus memperhatikan adab-adabnya. Kaum sufi berkata: barang siapa yang selalu menyadari kekurangannya dalam memenuhi adab membaca Al-Qur’an, maka sedikit demi sedikit ia akan bertambah dekat dengan Allah SWT (Muhammad Zakariya dan Al-Kandahlawi, 2000 : 593).

Alim ulama telah menulis enam adab lahiriah dan enam adab bathiniah dalam membaca Al-Qur’an:
1. Adab Lahiriah
a.       Dengan penuh rasa hormat, kita duduk menghadap kiblat dengan keadaan suci (berwudhu).
b.      Tidak membaca dengan cepat, tetapi dibaca dengan tajwid dan tartil.
c.       Berusaha untuk menangis, walaupun terpaksa berpura-pura menangis.
d.      Memenuhi hak-hak ayat adzab dan ayat rahmat.
e.       Jika dikhawatirkan akan timbul riya' di hati kita ataupun mengganggu orang lain, sebaiknya dibaca dengan suara pelan.
f.        Bacalah dengan suara yang merdu, karena banyak hadits yang menekankan agar kita membaca Al-Quran dengan suara merdu (Maulana Muhammad Zakariya dan Al-Kandahlawi, 2000 : 594).

  1. Adab Batiniah 
a.       Agungkanlah Al-Qur’an sebagai perkataan yang paling tinggi.
b.      Masukkan kedalam hati ke-Agungan Allah SWT dan ke-Besaran-Nya, sama seperti kalam-Nya.
c.       Hindarkan hati kita dari kebimbangan dan keraguan.
d.      Renungkan makna setiap ayat dan bacalah dengan penuh kenikmatan.
e.       Ayat-ayat yang kita baca hendaklah berkesan dalam hati. Apabila membaca ayat-ayat rahmat dan ampunan, hati kita hendaklah merasa gembira dan senang. Sebaliknya, jika menjumpai ayat adzab dan ancaman, hati kita hendaknya merasa takut dan gentar.
f.        Telinga kita harus benar-benar ditawajjuhkan, seolah-olah Allah sendiri sedang berbicara dengan kita, dan kita sedang mendengarkannya (Maulana Muhammad Zakariya dan Al-Kandahlawi, 2000 : 594).
Para fuqoha telah bersepakat bahwa membaca Al-Qur’an lebih utama daripada dzikir-dzikir maupun wirid-wirid lain yang dikhususkan pada suatu masa atau tempat tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Qur’an maupun sunnah.
Rasulullah SAW selalu membaca Al-Qur’an. Beliau juga suka mendengarkan bacaan dari sahabatnya, khususnya sahabat Ibnu Mas’ud. Beliau berlinang air matanya bila membaca dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an, seperti yang dikisahkan dalam sebuah hadist dari Ibnu Mas’ud: Suatu ketika Rasulullah SAW meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah saya membacakan untukmu, padahal Al-Qur’an diturunkan kepadamu?”. Dijawab nabi SAW: “Saya ingin mendengar dari orang lain”. Ibnu Mas’ud berkata, ”Maka saya bacakan surat An Nisa hingga sampai pada ayatFa kaifa idzaa ji’na min kulli ummatin bisyahidin waji’na bika ’ala ha’ula’i syahiida” (Bagaimanakah jika Kami telah mendatangkan untuk setiap ummat saksinya dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas semua ummat itu). Nabi bersabda, “Cukuplah sampai di sini”. Saya menoleh melihat nabi SAW sedang bercucuran air mata.“ {HR. Bukhori dan Muslim}.
Sahabat Rasulullah SAW juga selalu membaca Al-Qur’an. Ketika mereka menemukan ayat yang berkaitan dengan azab Allah, mereka membacanya berulang-ulang hingga berlinang air mata. Abu Bakar RA, jika beliau menjadi imam ketika sholat, maka akan terdengar isakan tangis beliau.
Suatu ketika seorang sahabat ingin ke pasar mendapati Asma binti Abu Bakar membaca salah satu ayat diulang-ulang sambil menangis. Ketika sahabat tersebut kembali dari pasar, ia masih membaca ayat yang sama sambil menangis. Itulah sikap Rasulullah SAW dan para sahabatnya ketika membaca Al-Qur’an. Kita sebagai ummat dan sebagai generasi penerusnya berusaha untuk bersikap seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ketika membaca Al-Qur’an.

Membaca Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk dzikir yang sangat dicintai Allah dan mempunyai banyak keutamaan. Di antara keutamaan-keutamaan membaca Al-Qur’an adalah:
1.      Al-Quran akan memberi syafa'at kepada pembacanya.

عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اقْرَأُوْا القُرْآنَ فَـإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعاً لِأَصْحَابِهِ (رواه مسلم)
Artinya: "Bacalah Al-Quran sesungguhnya ia pada hari kiamat akan datang memberi syafaat bagi para pembacanya" (HR Muslim).

Yang dimaksud hadits diatas adalah orang yang hari-harinya disibukakan dengan membaca Al-Quran akan mendapatkan syafaat dari Al-Quran nanti di hari kiamat.

2.      Pahala membaca satu huruf Al-Quran dengan satu amal kebajikan yang dilipatgandakan 10 kali lipat.

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ الـمّ حَرْفٌ وَلَكِـنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ (رواه الترمذي)
Artinya: "Dari Ibnu Mas'ud r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda, "Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu hasanah. Dan satu hasanah itu adalah sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa alif laam miim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR. Tirmidzi).
Maksudnya, membaca satu huruf yang ada di dalam Al-Qur’an akan mendapatkan kebaikan dan pahala. Ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW bahwa alif lâm mîm tidak bisa dikatakan sebagai satu huruf, tetapi alif terpisah, lâm terpisah, dan mîm terpisah. Dengan demikian pahala yang akan didapat adalah sebanyak berapa huruf yang dibaca oleh pembaca Al-Qur’an.

3.      Orang yang pandai membaca Al-Qur'an akan bersama para Malaikat.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعْ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌ لَهُ أَجْرَانِ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: "Dari 'Aisyah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda, "Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dengan hafal, lancar, bersama rombongan para malaikat yang mulia. Sedang orang yang membaca Al-Qur’an dengan berat tapi rajin maka dia dapat pahala dua kali lipat." (HR. Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud dengan orang yang ahli dalam Al-Qur’an adalah orang-orang yang benar-benar hafal Al-Qur’an dan sering membacanya serta dimisalkan berada di dalam golongan yang memindahkan Al-Qurânul Karîm dari Lauhil Mahfûdz dan menyampaikan kepada orang lain melalui bacaannya. Orang yang bersusah payah mempelajari Al-Qur’an akan mendapatkan pahala dua kali lipat akan tetapi pahala yang didapat tidak melebihi orang yang ahli dalam membaca Al-Qur’an.
Dalam Shahihain, disebutkan pula hadits dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an kelak (mendapat tempat disurga) bersama para utusan yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dan masih terbata-bata, dan merasa berat dan susah, maka dia mendapatkan dua pahala”. Dua pahala ini, salah satunya merupakan balasan dari membaca Al-Qur’an itu sendiri, sedangkan yang kedua adalah atas kesusahan dan keberatan yang dirasakan oleh pembacanya.

4.      Bacaan Al-Quran mendatangkan rahmat dan ketentraman jiwa. 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَا رَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّـكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم وأبو داود)
Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a. bahwa, Rasulullah s.a.w bersabda: "Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah, saling mengajarkannya sesama mereka, kecuali ketenangan (sakinah) turun ke atas mereka, rahmat menyirami mereka, para malaikat mengerumuni mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka dikalangan malaikat di sisi-Nya. (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Hadits ini menerangkan bahwa orang yang berkumpul disalah satu  rumah Allah dalam rangka mempelajari Al-Qur’an akan memperoleh banyak keuntungan seperti turun baginya sakinah, di kelilingi para malaikat dan diingat selalu oleh Allah dan disebut-sebut di dalam majlis kecintaan-Nya.

SIMPULAN
Membaca Al-Quran adalah suatu usaha mengucapkan huruf dan lafal Al-Quran dengan tertib sesuai dengan makhrajnya. Membaca Al-Quran merupakan pengajaran pokok yang wajib diajarkan kepada setiap umat islam, mulai dari mengenal huruf hijaiyah, membaca sampai penguasaan kaidah tata cara membacanya dengan ilmu tajwid. Sudah suatu keharusan bagi setiap muslim untuk membaca Al-Quran, karena Al-Quran adalah kitab suci dan sekaligus sebagai pedoman hidupnya. Dalam membaca Al-Quran harus memperhatikan adab-adabnya.
Alim ulama membagi adab membaca Al-Quran menjadi dua yaitu adab lahiriah dan adab batiniah. Para fuqoha telah bersepakat bahwa membaca Al Qur’an lebih utama daripada dzikir-dzikir maupun wirid-wirid lain yang dikhususkan pada suatu masa atau tempat tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Qur’an maupun sunnah.
Keutamaan Al-Qur’an yang terbesar bahwa ia merupakan kalam Allah SWT. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’an memberikan petunjuk manusia kepada jalan yang lurus. Tidak ada keburukan di dalamnya, oleh karena itu sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Rasulullah SAW bersabda, ”Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori).


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Efendi. Bimbingan Tahsîn dan Tajwid Al Qurân Ustmani. Jakarta: Cahayan Qurani Press.

As-Sirjani, Raghib. 2007. Spiritual Reading. Solo : Aqwam.

Depag, 1995. Al-Qurânul Karîm dan Tarjamahnya : Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Nawawi, Imam. 1999. Terjemahan Riyadhus Shalihin. Jakarta : Pustaka Amani.

Rohim, Farid. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.

Syafi'i, Inu Kencana. 2000. Al- Quran dan Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Zakariyya, Maulana Muhammad dan Al-Kandahlawi. 2000. Himpunan Fadhilah Amal. Yogyakarta : Ash-Shaff.